5 Fakta Tentang Vaksin AstraZeneca Yang Diisukan Mengandung Babi!
SahabatQQ - Pada Jumat (19/3) lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengesahkan izin untuk vaksin buatan Inggris-Swedia, AstraZeneca-Oxford, untuk digunakan dalam program vaksinasi nasional penyakit virus corona baru (COVID-19). Dengan manfaat yang melebihi risikonya, vaksin AstraZeneca dipastikan akan digunakan dalam waktu dekat.
Namun, di hari yang sama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk AstraZeneca. Hal ini dikarenakan AstraZeneca diduga mengandung tripsin, senyawa yang umum berasal dari babi. Namun demikian, penggunaan vaksin AstraZeneca tetap diperbolehkan karena menghadapi keadaan darurat. Tapi seperti apa kenyataannya? Baca selengkapnya di sini!
1. Bahan aktif vaksin AstraZeneca, tanpa babi!
Pertanyaannya, apakah betul vaksin AstraZeneca mengandung tripsin? Pertama, kita perlu mengenal bahan-bahan aktif pada vaksin AstraZeneca. Berikut adalah bahan-bahan aktif dalam vaksin tersebut (kandungan hasil akhir vaksin yang akan masuk ke tubuh kita):
- Adenovirus yang telah dimodifikasi: virus penyebab batuk pilek pada simpanse yang dilemahkan agar tidak menyebabkan infeksi
- Zat pengemulsi: untuk menjaga bahan berbahan air dan minyak tetap menyatu. AstraZeneca gunakan polysorbate 80
- Bahan pengawet: untuk menjaga vaksin tetap terjaga kualitasnya selama jangka waktu tertentu. AstraZeneca menggunakan disodium edetate dihydrate dan etanol (di bawah 0.005%)
- Asam amino: untuk meningkatkan khasiat bahan aktif. AstraZeneca menggunakan L-histidine dan L-histidine hydrochloride monohydrate
- Gula/sukrosa: agar molekul tidak hancur saat proses produksi
Garam: untuk menyeimbangkan kadar keasaman dalam larutan vaksin sehingga lebih stabil untuk penyimpanan dan kompatibel dengan jaringan tubuh lokasi penyuntikan. AstraZeneca gunakan sodium chloride dan magnesium chloride hexahydrate
Penggunaan trypsin enzyme (atau enzim tripsin) dalam pembuatan beberapa vaksin, dilansir pedoman European Medicines Agency, singkatnya adalah hanya sebagai reagen atau 'pancingan' untuk pertumbuhan virus, yang kemudian dimodifikasi agar tidak dapat menginfeksi. Vaksin ini kemudian akan memicu sistem imun untuk menciptakan antibodi melawan virus-virus yang tak mampu menginfeksi tersebut.
Tripsin mayoritas diekstrak dari pankreas babi, yang menurut para ahli, merupakan sumber tripsin paling efektif. Namun dengan menggunakan enzim tersebut sebagai pancingan pertumbuhan virus, tidak membuat enzimnya tetap bertahan, juga tidak ditemukan sampai hasil akhir produk vaksinnya. Sehingga, yang disuntikkan ke manusia — alias produk akhir vaksin AstraZeneca, tidak ada kandungan babinya.
Dalam daftar bahan aktif di hasil akhir vaksin tidak ada tripsin? Memang. Lewat pernyataan resminya, AstraZeneca membantah pernyataan MUI bahwa AstraZeneca mengandung bahan hewani pada vaksinnya.
"Penting untuk dicatat bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca, merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan, seperti yang telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris," menurut keterangan tertulis dari PT AstraZeneca Indonesia, Minggu (21/3/2021).
Selain telah disahkan oleh BPOM Inggris, AstraZeneca juga meyakinkan bahwa lebih dari 70 negara, termasuk negara Islam seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko telah mengizinkan AstraZeneca.
2. Metode pengembangan vaksin AstraZeneca
Dalam kurun 10 bulan, para ilmuwan di Oxford University, Inggris, berpacu melawan waktu untuk memformulasikan vaksin COVID-19 yang baru muncul di akhir 2019 lalu. Tahap pengembangan pertama diadakan pada Januari di Jenner Institute, yaitu merancang bentuk vaksin dari "mahkota" virus corona baru (SARS-CoV-2).
Teknologi yang digunakan adalah ChAdOx1 yang dikembangkan selama lebih dari 10 tahun dan berjasa memerangi virus flu, MERS, dan jenis virus corona lainnya. Oleh karena itu, vaksin AstraZeneca-Oxford diberi nama "ChAdOx1 nCoV-19", dengan nomenklatur AZD1222.
Kemudian, para ilmuwan Jenner Institute menjalankan tes laboratorium dan studi hewan sambil mempersiapkan dosis yang diperlukan untuk uji klinis terhadap manusia.
DNA yang dibawa oleh vaksin berisi instruksi genetik untuk vaksin Adenovirus, lengkap dengan kode protein SARS-CoV-2. Saat ditambahkan ke sel manusia yang dimodifikasi, vaksin akan mengikuti instruksi dan mengeluarkan partikel vaksin adenovirus, hingga menyebabkan "ledakan partikel" vaksin dalam sel.
Langkah ini terus diulang untuk memanen lebih banyak partikel vaksin Adenovirus yang kemudian di tambahkan ke sel manusia yang dimodifikasi. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan stok vaksin steril. Kenapa sel manusia yang dimodifikasi? Karena sel modifikasi tersebut mengandung gen E1, yang diperlukan untuk replikasi Adenovirus.
Vaksin kemudian dimurnikan untuk menghilangkan pecahan sel yang mengotori cairan vaksin. Lalu, partikel Adenovirus yang tidak berguna (hanya cangkang kosong tanpa DNA) dibuang dengan memusingkan vaksin dalam alat centrifuge. Hasilnya, endapan Adenovirus ber-DNA yang siap disuntik.
3. Uji klinis vaksin AstraZeneca
Setelahnya, ilmuwan Oxford University melakukan uji klinis vaksin di Inggris dan berbagai negara dunia, termasuk Brasil, Afrika Selatan, AS, Argentina, Chile, Kolombia, dan Peru. Agar dosis vaksin cukup, bahan awal dikirimkan ke pabrik vaksin di lokasi uji klinis.
Kemudian, peserta yang mendaftar uji klinis dibagi menjadi dua kelompok:
- Vaksin Oxford: Dua dosis penuh yang dibagi dalam jeda 4 minggu atau satu bulan
- Vaksin kontrol: Setengah dosis lalu satu dosis penuh dalam jeda 4 minggu atau satu bulan
Peneliti kemudian mengambil sampel darah dari para peserta untuk memantau respons imun terhadap vaksin selama periode antara 12-18 bulan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah kelompok vaksin Oxford atau vaksin kontrol yang tidak merespons vaksin dengan baik.
Hasilnya, pada November, uji klinis sementara Oxford University menunjukkan tingkat efikasi setinggi 62 persen pada kelompok dua suntikan penuh. Menariknya, kelompok setengah dosis menunjukkan efikasi 90 persen. Para peneliti masih mencari tahu mengenai fenomena ini.
SahabatQQ: Agen DominoQQ Agen Domino99 dan Poker Online Aman dan Terpercaya
4. Cara kerja vaksin AstraZeneca
Kesimpulannya, ilmuwan mengambil protein spike dari permukaan SARS-CoV-2 yang dimasukkan ke dalam Adenovirus yang dilemahkan menjadi vaksin. Vaksin AstraZeneca-Oxford mengirimkan kode genetik protein spike SARS-CoV-2 berupa DNA ke sel manusia.
Saat masuk ke dalam sel, vaksin memproduksi protein spike, sehingga memicu respons sistem imun yang melepaskan antibodi dan sel T sebagai mekanisme pertahanan diri. Dengan begitu, saat tubuh menemukan protein spike SARS-CoV-2, tubuh bisa mengenalinya dan mencegah infeksi.
Berbeda dengan vaksin AS-Jerman, Pfizer-BioNTech, yang butuh penyimpanan dengan suhu serendah minus 70 derajat Celsius, vaksin AstraZeneca-Oxford dapat disimpan di suhu kulkas biasa. Oleh karena itu, penyimpanan dan pengiriman vaksin jauh lebih mudah dibandingkan Pfizer-BioNTech!
5. Efektivitas vaksin AstraZeneca
Meskipun belum diketahui berapa lama vaksin AstraZeneca-Oxford dapat melindungi tubuh, efektivitas vaksin tersebut sudah terjamin. Riset terbaru menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca-Oxford 76 persen efektif di dosis pertama dan meningkat hingga 82 persen di dosis ke-2.
Kabar baik lainnya, sejauh ini AstraZeneca terbukti menanggulangi COVID-19 secara efektif, dari usia 18-64 tahun hingga di atas 65 tahun! Pasalnya, penerima vaksin AstraZeneca-Oxford terbukti lebih kebal terhadap SARS-CoV-2, sehingga tidak perlu ke rumah sakit atau menunjukkan gejala berat COVID-19.
Selain itu, vaksin AstraZeneca-Oxford juga digadang-gadang efektif untuk memerangi varian SARS-CoV-2 di Inggris (B117) dan Afrika Selatan (501.V2). Untuk varian 501.V2 dengan gejala ringan, penelitian menunjukkan vaksin AstraZeneca masih ampuh. Seiring varian baru muncul, AstraZeneca-Oxford terus memodifikasi vaksin juga.
"Vaksin AstraZeneca berisi antigen Spike dari virus SARS-CoV-2 yang dibawa oleh virus Adenovirus (virus yang tidak ganas). Jadi lebih murni diharapkan memberikan antibodi yang lebih tinggi. " — pernyataan Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) saat dihubungi IDN Times.
6. Mengenai kabar pembekuan darah dan anaphylaxis akibat vaksin AstraZeneca
Baru-baru ini, muncul kabar bahwa vaksin AstraZeneca-Oxford dapat menyebabkan pembekuan darah akut pada otak atau trombosis sinus vena serebri (CSVT). Hal ini sempat menyebabkan penggunaan vaksin AstraZeneca-Oxford di Eropa dihentikan sementara.
Perlu ditekankan bahwa sejauh ini, angka penderita CSVT setelah vaksinasi amat minim. Di Inggris, dari 11 juta penerima vaksin, 5 orang menderita CSVT dan hanya 1 yang fatal. Sekarang pun, penggunaan vaksin AstraZeneca-Oxford sudah dilanjutkan di Eropa.
Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) memang menerima 13 laporan CSVT. Namun, setelah diselidiki, CSVT terjadi secara alami dan tidak ada kaitannya dengan vaksin AstraZeneca-Oxford. Tinjauan dari EMA pun menyatakan kepercayaan maksimal terhadap keamanan dan khasiat vaksin AstraZeneca-Oxford.
Untuk mencegah kasus CSVT, penyelenggara vaksin harus terus memantau situasi. Apabila ada gejala seperti memar abnormal pada kepala dan sakit kepala yang membandel setelah vaksinasi, segera lakukan pemeriksaan medis untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Reaksi alergi pada vaksin AstraZeneca-Oxford amat jarang, namun bisa terjadi. Menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), reaksi alergi parah atau anafilaksis jarang terjadi, hanya 11,1 kasus per satu juta dosis vaksin dan 80 persennya terjadi pada penerima vaksin dengan riwayat alergi. Agen Domino99
Oleh karena itu, individu dengan reaksi alergi tidak disarankan menerima vaksin AstraZeneca-Oxford sebelum berkonsultasi dengan dokter. Terutama, bila mereka memiliki salah satu dari riwayat alergi berikut:
- Anafilaksis terhadap dosis sebelumnya dari vaksin COVID-19 yang sama
- Anafilaksis setelah terpapar bahan apa pun dari vaksin COVID-19.
Jika kamu mengalami anafilaksis terhadap senyawa atau vaksin lain, vaksin AstraZeneca-Oxford masih diperbolehkan. Namun, pastikan tim medis mengetahui riwayat anafilaksismu. Tentunya, setelah vaksin kamu akan diminta tinggal 30 menit untuk memantau reaksi imun. Tidak perlu panik!
Post a Comment