Fakta Penting Tentang Vaksin COVID-19 Yang Di Produksi Johnson & Johnson
Info Kesehatan - Johnson & Johnson mengajukan permohonan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk otorisasi penggunaan darurat (EUA) vaksin COVID-19 ciptaannya.
Menurut Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular (CIDRAP), apabila Johnson & Johnson mendapatkan persetujuan, maka vaksin ini siap digunakan di Amerika Serikat (AS) pada akhir Maret mendatang.
Lantas, berapa tingkat efikasi vaksin COVID-19 dari Johnson & Johnson? Bagaimana cara kerjanya dan perbandingannya dengan vaksin lain? Temukan jawabannya di bawah ini.
1. Vaksin Johnson & Johnson berjenis adenovector
Vaksin yang dibuat oleh Pfizer dan Moderna adalah vaksin mRNA. Cara kerjanya adalah menyandikan bagian dari protein lonjakan virus SARS-CoV-2 (bagian dari virus yang menempel pada sel-sel di tubuh). Lalu, potongan-potongan yang dikodekan itu digunakan untuk memicu respons kekebalan dari tubuh, sehingga tercipta antibodi untuk melawan virus.
Beda halnya dengan vaksin dari Johnson & Johnson yang merupakan vaksin adenovector. Artinya, vaksin tersebut memakai virus yang tidak aktif sebagai vektor untuk mengirimkan protein yang akan digunakan tubuh.
Menurut Brittany Busse, MD, direktur medis asosiasi di WorkCare, tubuh akan mengenalinya sebagai ancaman dan menciptakan antibodi untuk melawan. Tenang, virus yang tidak aktif tidak bisa mereplikasi atau menyebabkan seseorang sakit, tegas Abisola Olulade, MD, dokter pengobatan keluarga bersertifikat di Sharp Rees-Stealy Medical Group.
Melansir Shape, adenovirus dalam vaksin COVID-19 Johnson & Johnson berfungsi sebagai pembawa gen protein lonjakan SARS-CoV-2 ke dalam sel dan memicu sel membuat salinan gen tersebut. Protein lonjakan bisa dikenali oleh sistem kekebalan tubuh dan menghasilkan antibodi yang akan melindungi dari COVID-19.
SahabatQQ: Agen DominoQQ Agen Domino99 dan Poker Online Aman dan Terpercaya
2. Terbukti 66 persen efektif dalam mencegah gejala sedang hingga parah
Berdasarkan uji klinis berskala besar yang melibatkan hampir 44 ribu orang, vaksin COVID-19 dari Johnson & Johnson terbukti 66 persen efektif dalam mencegah gejala sedang dan parah dalam 28 hari setelah vaksinasi. Menurut siaran pers resmi, data akan segera diserahkan ke jurnal peer-review.
Selain itu, tingkat perlindungan vaksin Johnson & Johnson terhadap COVID-19 bergejala sedang dan parah adalah 72 persen di AS, 66 persen di Amerika Latin, dan 57 persen di Afrika Selatan. Rata-rata tingkat kemanjuran secara keseluruhan adalah 66 persen, melansir dari laman Shape.
3. Efek samping ringan hingga sedang yang terkait dengan vaksinasi, tak perlu dikhawatirkan
Bagaimana dengan efek samping? Johnson & Johnson mengatakan vaksinnya "secara umum dapat ditoleransi dengan baik" pada semua peserta dalam uji coba. SahabatQQ
Berdasarkan data awal perusahaan, vaksin dari Johnson & Johnson bisa menyebabkan efek samping ringan hingga sedang yang terkait dengan vaksinasi. Seperti kelelahan, nyeri di area suntikan, sakit kepala, dan nyeri otot.
Meski tingkat kemanjuran vaksin Johnson & Johnson ada di bawah Moderna dan Pfizer, vaksin ini terbukti "tidak ada kasus yang dilaporkan" terkait rawat inap dan kematian akibat COVID-19 dalam 28 hari setelah vaksinasi.
4. Hanya membutuhkan satu suntikan vaksin saja
Jika vaksin Pfizer dan Moderna membutuhkan dua suntikan yang terpisah beberapa minggu, maka vaksin Johnson & Johnson hanya membutuhkan satu suntikan saja. Bagaimana tanggapan ahli?
"Ini benar-benar bisa menjadi pengubah permainan (game-changer). Kami melihat bahwa beberapa pasien, sayangnya, tidak kembali untuk dosis kedua," ujar Dr. Olulade di laman Shape.
Keuntungan lain vaksin Johnson & Johnson adalah lebih mudah untuk disimpan dan didistribusikan daripada Pfizer dan Moderna berkat teknologi adenovector. Dr. Busse mengatakan bahwa adenovirus (dalam vaksin Johnson & Johnson) lebih murah dan tidak serapuh mRNA dalam vaksin Pfizer dan Moderna.
Seperti yang diketahui, vaksin Pfizer dan Moderna membutuhkan penyimpanan pada suhu yang sangat dingin. Sementara itu, vaksin Johnson & Johnson stabil di lemari es hingga tiga bulan, sehingga lebih mudah dikirim dan didistribusikan.
5. Kemungkinan, menurunkan risiko penularan setelah vaksinasi
Menurut Prabhjot Singh, M.D., Ph.D., kepala penasihat medis dan ilmiah CV19 CheckUp, studi awal menunjukkan bahwa risiko penularan menurun setelah divaksinasi. Namun, ini tidak hanya terbatas untuk vaksin dari Johnson & Johnson, tetapi juga yang lainnya.
Dr. Olulade menegaskan untuk terus memakai masker, menjaga jarak dari orang-orang di luar rumah, serta tak lupa mencuci tangan dengan air dan sabun. Sebab, risiko penularan COVID-19 setelah divaksin masih dipelajari hingga kini. Agen Domino99
"Vaksin bukanlah izin untuk menurunkan kewaspadaan. Kita harus tanpa pamrih memikirkan kesehatan dan kesejahteraan orang lain yang belum divaksinasi dan mungkin belum memiliki perlindungan dari COVID-19," Dr. Olulade mengingatkan.
Post a Comment