Mengenal Semua Jenis Vaksin Covid-19 dan Efikasinya, Mana Yang Terbaik?
Info Kesehatan - Program vaksinasi saat ini tengah dijalankan di berbagai wilayah di Indonesia. Walaupun sudah dimulai oleh figur publik yang menjadi contoh di kalangan masyarakat, masih banyak orang yang tidak percaya terhadap efektivitas vaksin sebagai cara mengurangi penularan COVID-19.
Hal ini diperparah dengan kabar menurunnya tingkat efikasi vaksin Sinovac di Brasil menjadi 50,4 persen, ada beberapa relawan yang tertular, dan beragam kabar buruk lainnya. Ada pula kelompok masyarakat tertentu yang mengemukakan diri sebagai golongan anti vaksin dan menghasut orang lain untuk menolak upaya pemerintah ini.
Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui detail komposisi, efikasi, dan bagaimana vaksin bekerja. Dengan mendapatkan edukasi tersebut, kita bisa mengetahui sepenting apakah vaksin untuk menghentikan pandemik ini.
SahabatQQ: Agen DominoQQ Agen Domino99 dan Poker Online Aman dan Terpercaya
Melalui program Perspektif Indonesia yang disiarkan oleh Smart FM Network pada hari Jumat (15/1/2020), ahli epidemiologi Prof. Juhaeri Muchtar, Ph.D., menjelaskan semua hal yang perlu diketahui masyarakat tentang vaksin. Mulai dari yang diusung oleh Moderna, Pfizer-BioNTech, AstraZeneca, hingga Sinovac. Berikut ini penjelasannya!
1. Pfizer dan Moderna menggunakan teknologi vaksin mRNA
Selama ini kita mengenal bahwa vaksin berisi partikel virus yang telah dilemahkan atau dinonaktifkan. Itu memang benar karena teknologi tersebutlah yang digunakan selama ini. Akan tetapi, vaksin yang diusung oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi yang berbeda.
Vaksin keduanya disebut sebagai messenger-RNA (mRNA). Prof. Juhaeri mengatakan bahwa Pfizer-BioNTech dan Moderna mereplikasi protein S (spike protein) dari virus SARS-CoV-2 melalui proses sintesis genetik. Jadi, cairan yang dimasukkan ke tubuh tidak benar-benar berisi virus.
"Jadi ketika itu disuntikkan, tubuh kita akan 'ditipu' seolah-olah mendapatkan virus padahal tidak. Setelahnya tubuh mengembangkan antibodi untuk melawannya," kata Prof. Juhaeri menjelaskan mekanisme kedua vaksin.
2. Vaksin AstraZeneca dari Oxford menggunakan partikel virus lain, seperti apa?
Tak sama seperti dua kandidat sebelumnya, AstraZeneca dari Oxford menggunakan partikel virus lain di dalam vaksinnya. Alih-alih memakai material dari SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19, mereka menggunakan adenovirus. Ini merupakan jenis virus yang menyebabkan flu pada simpanse.
Menurut penjelasan Prof. Juhaeri, langkah ini dipilih karena ternyata adenovirus mampu menghasilkan protein S yang sama seperti SARS-CoV-2. Sebagai pengetahuan, protein S merupakan material yang penting dan berbahaya untuk virus tersebut. Ketika masuk ke tubuh, antibodi akan terbentuk untuk melawan protein ini.
Kenapa AstraZeneca tidak langsung menggunakan SARS-CoV-2? Melansir New York Times, protein S yang ada di adenovirus dapat memasuki sel tubuh, tetapi tidak bisa replikasi di dalamnya. Langkah ini dipilih untuk mengurangi risiko infeksi setelah vaksinasi.
3. Vaksin Sinovac menggunakan teknologi yang lebih "tradisional"
Beralih ke Sinovac, vaksin yang dipakai oleh pemerintah Indonesia ini dibuat dengan cara melemahkan virus SARS-CoV-2 secara langsung. Teknologi ini, menurut Prof. Juhaeri, lebih "tradisional" dibandingkan vaksin lainnya. SahabatQQ
Maksud dari kata tradisional tersebut adalah Sinovac menggunakan metode pembuatan yang sama seperti vaksin flu dan lainnya. Tidak ada rekayasa genetik maupun proses sintesis di dalamnya. Namun, bukan berarti bahwa vaksin ini tidak seefektif yang lainnya, ya. Teknologinya saja yang berbeda.
"Jadi, yang paling mirip dengan virus corona (SARS-CoV-2) di luar sana adalah Sinovac. Karena memang dia menggunakan virus yang dinonaktifkan," terang Prof. Juhaeri.
4. Efikasi setiap vaksin berbeda-beda, apakah yang tertinggi yang terbaik?
Setelah mengetahui teknologi yang dipakai oleh masing-masing vaksin, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan efikasi. Walaupun sering disebutkan dalam berita, masih banyak masyarakat yang salah paham tentang istilah ini.
Efikasi merupakan tingkat manfaat yang diberikan oleh vaksin dibandingkan dengan kondisi orang-orang yang tidak menerimanya dalam lingkup uji klinis. Angka efikasi didapat dari pengurangan persentase penerima vaksin yang terinfeksi virus dibandingkan dengan persentase kelompok plasebo (kelompok pembanding yang tidak divaksinasi) yang terinfeksi.
"Contoh matematisnya, misalnya di antara semua orang yang tidak divaksinasi, ada 5 persen yang kena COVID-19. Sementara di kelompok yang divaksinasi, ada 1 persen yang tertular.
"Lalu cara menghitung efikasinya adalah 5 - 1 = 4. Kemudian 4/5 dikalikan 100 persen. Hasilnya adalah 80 persen. Itulah efikasinya," kata Prof. Juhaeri.
5. Ada beragam cara penghitungan dan interpretasi efikasi vaksin
Sekarang kita telah mengetahui bagaimana cara menghitung efikasi dan maksudnya. Walaupun begitu, Prof. Juhaeri masih ada cara penghitungan dan interpretasi lain yang harus kita waspadai. Sebab jika tidak memahaminya, kita akan terjebak dalam kesalahpahaman.
Beberapa cara hitung dan interpretasi efikasi lain yang digunakan adalah metode risk difference dan risk ratio. Maka dari itu, penting untuk bersikap skeptis terhadap semua informasi yang kita dapatkan. Kita sebagai masyarakat awam sebaiknya menanyakan dari mana efikasi sebuah vaksin dihitung dan diinterpretasikan.
Selain itu, efikasi juga bisa meleset saat vaksin digunakan di konteks dunia nyata. Angka bisa meningkat dan bisa menurun. Hal ini bergantung pada kondisi orang yang menerima vaksinasi dan kesamaan partikel virus yang digunakan.
6. Mengupas kelebihan dan kekurangan setiap jenis vaksin
Sebelum memutuskan ingin menggunakan vaksin yang mana, kita tentu harus tahu apa kelebihan dan kekurangan masing-masing vaksin. Berikut ini rinciannya!
Pertama ada Pfizer-BioNTech dan Moderna. Kedua vaksin ini menggunakan teknologi paling modern di antara semuanya. Karena memakai sintesis genetik, mereka lebih mudah dimodifikasi kembali untuk menyesuaikan dengan mutasi baru SARS-CoV-2. Selain itu, efikasinya mencapai 95 persen.
Akan tetapi, Pfizer-BioNTech dan Moderna memiliki kekurangan. Keduanya harus disimpan di dalam deep freezer yang sangat dingin. Untuk Pfizer-BioNTech, suhunya harus mencapai -80 derajat Celcius. Sementara itu, Moderna membutuhkan suhu -25 derajat Celcius. Proses simpan dan menyuntikkannya pun tak mudah. Agen Domino99
Sementara itu untuk Sinovac, kelebihannya adalah vaksin ini bisa dibilang lebih murah. Apalagi pemerintah Indonesia sudah berjanji mendistribusikannya secara gratis kepada masyarakat.
Akan tetapi, vaksin ini diprediksi kurang fleksibel jika dihadapkan dengan mutasi baru. Sinovac harus membuat vaksin baru dengan protein yang sama agar efektif. Prof. Juhaeri juga menyayangkan Sinovac tidak menerbitkan jurnal ilmiah internasional yang membahas tentang efikasi dan detail vaksin yang mereka kembangkan.
Seperti itulah penjelasan mengenai berbagai jenis vaksin COVID-19 beserta efikasi, kelebihan, dan kekurangannya. Walaupun nanti sudah menerimanya, kamu harus tetap menjalankan protokol kesehatan yang berlaku, ya. Sebab tubuh membutuhkan waktu untuk membentuk imunitas.
"Yang ingin saya ingatkan adalah vaksin itu penting tapi tidak cukup. Vaksin ini bukanlah segalanya. Jadi protokol 3M itu harus terus dijalankan. Setelah 70 hingga 80 persen dari masyarakat kita sudah imun karena vaksin, barulah saat itu herd immunity terbentuk," tutup Prof. Juhaeri.
Post a Comment